Kamis, 24 November 2011

Suku Etnis

Suku Toraja

suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.

Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya.

Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog.pariwisata yang terus meningkat. Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor  pariwisata yang terus meningkat.

 

Sejarah

Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di Sulawesi .Selama dua abad, mereka mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena sulit dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islam di Sulawesi selatan. Belanda melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang potensial untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda.Belanda juga menghapuskan perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957.

Antara tahun 1951 dan 1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama Kristen .

Kebudayaan

Tongkonan

Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata "tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon ("duduk").
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan leluhur mereka.

Ada tiga jenis tongkonan. Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan sebagai pusat "pemerintahan". Tongkonan pekamberan adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal sedangkan anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan batu. Eksklusifitas kaum bangsawan atas tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa yang mencari pekerjaan yang menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun mampu membangun tongkonan yang besar.


 

 

 

 

Ukiran kayu

Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Untuk menunjukkan konsep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu dan menyebutnya Pa'ssura (atau "tulisan"). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.

Setiap ukiran memiliki nama khusus. contoh ukiran kayu Toraja, terdiri atas 15 panel persegi. Panel tengah bawah melambangkan kerbau atau kekayaan, sebagai harapan agar suatu keluarga memperoleh banyak kerbau. Panel tengah melambangkan simpul dan kotak, sebuah harapan agar semua keturunan keluarga akan bahagia dan hidup dalam kedamaian, seperti barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak.

 

 

 

 

 

Musik dan Tarian

Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat. 

Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut disebut Ma'badong).

 Pada hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang, prisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen lainnya. Tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma'akatia bertujuan untuk mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum. Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma'dondan.

Ada beberapa tarian perang, misalnya tarian Manimbong yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh tarian Ma'dandan oleh perempuan. Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja menari. Sebuah tarian yang disebut Ma'bua hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali. Ma'bua adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci.

Alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa'suling. Suling berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian Ma'bondensan, ketika alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari dengan tidak berbaju dan berkuku jari panjang. Suku Toraja juga mempunyai alat musik lainnya, misalnya Pa'pelle yang dibuat dari daun palem.

Bahasa

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat,akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.

 

 

Sejarah seni Rupa

Fakta tentang seni jepang

Seni Jepang mencakup berbagai gaya seni dan media, termasuk keramik kuno, patung kayu dan perunggu, lukisan tinta di atas sutra dan kartun manga,dan lainnya.
Lukisan adalah ekspresi seni yang disukai di Jepang.
Jepang lebih memilih Menulis dengan kuas daripada pena,itu membuat mereka sangat sensitif terhadap nilai-nilai dan estetika lukisan.

Sejarah seni jepang
 
1.Seni Zaman Jomon

Orang jomon adalah keturunan dari manusia pertama penghuni Jepang. Mereka tinggal di rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang digali dan di atasnya didirikan rumah beratap dari kayu. Orang zaman Jōmon sudah mengenal bentuk awal dari pertanian, namun belum mengenal cara menenun kain dan pakaian2nya dibuat dari bulu binatang. Orang zaman Jōmon mulai membuat bejana tanah liat dan Boneka tanah liat yang disebut dogū
















2.Seni Zaman Yayoi

Gelombang imigran berikutnya adalah orang-orang Yayoi, nama untuk distrik di Tokyo di mana sisa-sisa permukiman mereka yang pertama ditemukan. Orang-orang ini, tiba di Jepang sekitar tahun 350 SM, membawa pengetahuan mereka tentang budidaya padi sawah, pembuatan senjata tembaga dan lonceng perunggu (dōtaku),

3.Seni Zaman Kofun
Zaman Kofun dimulai sekitar 250 M. Nama zaman ini berasal dari tradisi orang zaman itu untuk membuat gundukan makam (tumulus) yang disebut kofun. Artefak khas zaman ini adalah cermin perunggu, dan patung-patung tanah liat yang disebut haniwa yang didirikan di luar makam.

4.Seni Zaman Asuka dan Nara
Pada zaman Asuka (538-710), Agama Buddha masuk ke Jepang sekitar tahun 538 melalui Baekje yang mendapat dukungan militer dari Jepang. 
Dengan masuknya agama Budha ini mulai terdapat patung-patung budha seperti Bodhisattva dan pada zaman Nara penyebaran agama Budhha semakin luas hingga dibuatlah Daibutsu .

 5.Seni Zaman Heian

Periode akhir sejarah klasik Jepang berlangsung dari 794 hingga 1185 yang disebut zaman Heian. Seni Heian Awal adalah sebagai reaksi kekayaan tumbuh dan kekuasaan terorganisasi Buddhisme di Nara. Jepang juga mengadopsi arsitektur Buddhis yang kemudian mulai mempengaruhi desain candi yaitu pagoda .

6.Seni Zaman Kamakura

Keshogunan Kamakura berkuasa di Jepang dari tahun 1185 hingga 1333 yang disebut zaman Kamakura yang merupakan zaman transisi menuju abad pertengahan Jepang. Pada zaman ini terdapat patung  patung penjaga Nio di Gerbang Selatan Besar Tōdai-ji di Nara. Selain itu ,karya paling terkenal dari periode ini adalah Amitabha Triad (selesai pada 1195).
Pada zaman ini pula sudah mulai terdapat kaligrafi-kaligrafi huruf kanji.
7.Seni Zaman Muromachi
Dalam periodisasi sejarah Jepang, zaman Muromachi berlangsung dari sekitar tahun 1136 hingga 1673 ketika kekuasaan pemerintah berada di tangan Keshogunan Ashikaga yang juga disebut Keshogunan Muromachi. Pada zaman ini seniman Jepang yang bekerja untuk kuil Zen dan shogun terpengaruh lukisan Cina yang dalam penggunaan warnanya monochrome ,di mana lukisan umumnya hanya memiliki nada hitam dan putih atau berbeda dari warna tunggal. 

8. Seni Zaman Azuchi-Momoyama
  
Dari tahun 1568 hingga 1600 di Jepang disebut zaman Azuchi-Momoyama. Lukisan pada zaman ini berani berwarna cerah,mengembangkan gaya yang agak berbeda dan lebih dekoratif.

9. Seni Zaman Edo

Pada tahun-tahun awal periode Edo,terdapat beberapa ekspresi Jepang terbaik dalam arsitektur dan lukisan yang diproduksi .  
Zaman Edo adalah zaman keemasan seni lukis ukiyo-e dan seni teater kabuki dan bunraku.

 kabuki
 muromachi art
 Nio kamkuraa
 pagoda
 momoyama
 momoyama
 amithaba
 dotaku
 daibutsu
 bunraku
 bunraku
 haniwa
 kabuki
 ukiyo-e
 ukiyo-e
 ukiyoe

 kaligrafi
 bodhisativa